Ilmuwan Indonesia di Osaka Berhasil Membuat Peta Kimia Pada Tempe
Jakarta - Ilmuwan Indonesia di Osaka College berhasil menyusun peta kimia pada tempe. Profil kimiawi tempe yang diproduksi di Indonesia yang dibuat ini juga dibandingkan dengan tempe yang dibuat di Jepang.
Tempe adalah makanan khas Indonesia, yang tengah mendapatkan perhatian peneliti di berbagai belahan dunia karena popularitasnya sebagai superfood. Di Indonesia pun, manfaat tempe menjadi superfood yang bersumber dari fermentasi kedelai paling mudah didapatkan dan paling banyak dikonsumsi masyarakatnya.
Dengan disusunnya peta kimia tempe atau profil
senyawa-senyawa kimiawi yang terkandung dalam tempe ini bisa menjadi
pembelajaran baru dan menarik untuk diketahui. Menurut Della Rahmawati,
yang juga seorang dosen teknologi pangan di Swiss German College di
Tangerang, kandungan tempe belum pernah dipetakan secara lengkap,
khususnya profil senyawa-senyawa metabolit kimiawi di dalamnya.
Penelitian ilmuwan Indonesia yang berhasil menyusun peta kimia tempe ini
telah diterbitkan pada Journal of Bioscience as well as Bioengineering.
Melalui studi metabolomik bersama Dr Sastia Prama Putri serta Prof
Eiichiro Fukusaki dari Osaka University dan juga Prof Made Astawan dari
IPB, Della berhasil memetakan 83 senyawa metabolit yang terkandung di
dalam superfood tempe.
"Beberapa senyawa yang menarik dari hasil analisa menggunakan GC-MS adalah asam amino esensial seperti Histidine dan lisin yang merupakan asam amino penting untuk perkembangan anak dan 3,4-Dihydroxy benzoate yang merupakan salah satu senyawa polyphenol yang berfungsi sebagai antioksidan penting untuk kesehatan,"jelasnya.
Senyawa kimiawi lain dalam profil kimia tempe yakni histidine, yakni asam amino yang sangat penting untuk anak-anak, karena ia memiliki peran dalam perkembangan serta pemeliharan berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan saraf.
Dalam peta kimia tempe ini juga terdapat lisin, yakni
merupakan asam amino yang penting dalam memproduksi hormon pertumbuhan,
meningkatkan kekuatan otot, membantu prosees penyembuhan luka dan
mengatur kadar gula darah.
Sedangkan, antioksidan berfungsi untuk memerangi efek negatif yang
beradal dari radikal bebas. Antioksidan juga mampu memperlambat atau
mencegah proses oksidasi molekul lain. Dengan begitu, antioksidan juga
berperan dengan baik untuk menekan risiko orang tersebut memiliki lump
ganas atau kanker dalam tubuhnya.
Delta juga menambahkan, meskipun pada umumnya tempe yang paling banyak dijumpai dan dimakan adalah tempe yang terbuat dari bahan utama kacang kedelai. Akan tetapi, dalam penelitian peta kimia tempe ini, Della dan timnya juga mempelajari peta kimiawi tempe yang dibuat dari campuran kacang kedelai dan kacang merah.
Sebab,
Della bersama peneliti di Swiss German Universityy (SGU) dan Institute
Pertanian Bogor (IPB) memang telah melihat adanya potensi
kacang-kacangan lain sebagai bahan baku tempe, dan bahkan ini di
berbagai daerah di Indonesia, tempe berbahan selain kacang kedelai juga
sudah banyak dikonsumsi.
Sebagai informasi, SGU merupakan upaya bersama antara Jerman, Austria,
Swiss dan Indonesia yang didirikan pada tahun 2000 dan berhasil menjadi
universitas internasional pertama di Indonesia.
Dalam penelitian dan jurnal yang sama, hasil penelitian yang dilakukan terhadap superfood ini menunjukkan bahwa tempe dengan campuran 25 persen kacang merah memberikan profil asam amino yang berbeda dan lebih baik daripada 100 persen kacang kedelai.
Selain itu, kata Della, uji coba pada responden juga menunjukkan bahwa tempe dengan campuran kacang merah memiliki rasa dan tekstur yang sama dengan tempe dari kedelai. "Kombinasi jenis kacang-kacangan sebagai bahan baku tempe juga bisa dipelajari.
Bukan hanya gizinya yang membaik, tapi juga bikin tempe makin lezat,"jelas Della. Dengan begitu, ia berharap temuan peta kimia tempe ini dapat membuka jalan bagi pengembangan nilai gizi superfood tempe di masa depan, sehingga industrinya di Indonesia akan semakin berkembang.
Komentar
Posting Komentar